MASALAH-MASALAH BELAJAR
DAN CARA MENANGGULANGINYA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian terdahulu kita telah banyak berdiskusi
tentang berbagai dimensi yang perlu mendapat perhatian guru dan siswa untuk
mewujudkan keberhasilan proses pembelajaran. Dari kajian yang telah kita
lakukan, kita juga memahami bahwa keberhasilan proses pembelajaran merupakan
muara dari seluruh aktivitas yang dilakukan guru dan siswa. Artinya, apapun
bentuk kegiatan-kegiatan guru, mulai mulai dari merancang pembelajaran, memilih
dan menentukan materi, pendekatan, stategi dan metode pembelajaran, memilih dan
menentukan teknik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai keberhasilan
belajar siswa. Meskipun guru secara sungguh-sungguh telah berupaya merancang
dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, namun masalah-masalah
belajar tetap akan dijumpai guru. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar
merupakan kegiatan yang dinamis sehingga guru perlu secara terus menerus
mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa di kelas.
Agar aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru
dapat lebih terarah, dan guru dapat memahami persoalan-persoalan belajar yang
seringkali atau pada umumnya terjadi pada kebanyakan siswa dalam berbagai
bentuk aktivitas pembelajaran, maka akan lebih baik bilamana guru memiliki
bekal pemahaman tentang masalah-masalah belajar. Pemahaman tentang masalah
belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan munculnya
masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan pemahaman
itu pula guru dapat menemukan solusi tindakan yang dianggap tepat jika
menemukan masalah-masalah di dalam pelaksanaan proses pembelajaran proses
pembelajaran. Memahami pentingnya hal ini, maka pada bagian ini anda akan
diajak untuk mengkaji secara kritis dan lebih dalam masalah-masalah belajar.
Agar memperoleh pemahaman yang baik, maka disamping mengikuti pembahasan
melalui tatap muka dikelas, anda juga diharapkan dapat lebih mendalaminya
melalui aktivitas diskusi sesama teman, atau mengkaji sendiri. Setelah
mempelajari bab ini, berdiskusi dengan rekan-rekan anda serta mengerjakan
tugas-tugas latiahan yang disediakan, diharapkan anda memiliki kompetensi :
1. Menjelaskan konsep masalah-masalah internal belajar
2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses
belajar
3. Menjelaskan masalah-masalah eksternal belajar
4. Menguraikan jenis-jenis kesulitan belajar
5. Mengatasi kesulitan belajar siswa
Untuk mendukung tercapainya kompetensi tersebut,berikut
ini diuraikan beberapa sub materi terkait dengan beberapa indicator kompetensi
yang akan dicapai. Oleh karena itu diharapkan anda dpat berperan aktif mengkaji
paparan berikut ini.
BAB II
URAIAN POKOK MATERI
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa
masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi
diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan
“Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar
adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat
diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu
kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan
dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga
berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat
saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau
cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa
merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang
dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan
belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup
pengertian yang luas, diantaranya :
1. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
2. Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa
tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra,
atau gangguan psikologis lainnya.
3. Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa
tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah
potensi intelektualnya.
Secara sederhana masalah belajar dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar. Dari bebagai
pendapat dan hasil penelitian kita mendapat kejelasan bahwa masalah-maslah
belajar baik internal maupun eksternal dapat bersumber atau dalam dinamikanya
dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Demikian pula dilihat
dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar,
selama proses belajar dan sesudah belajar.
Dari dimensi siswa,masalah-masalah belajar dapat muncul
pada waktu sebelum kegiatan belajar,selama berlangsungnya proses belajar dan
sesudah proses belajar. Sebelum proses belajar,masalah belajar dapat
berhubungan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman siswa. Selama proses
belajar, masalah belajar sering kali berkaitan dengan sikap terhadap belajar,
motifasi,konsentrasi,kemampuan pengolahan pesan pembelajaran,kemampuan
menyimpan pesan,kemampuan menggali kembali pesan yang telah tersimpan,serta
unjuk hasil belajar. Sesudah belajar,masalah belajar dimungkinkan berkaitan
dengan penerapan prestasi atau keterampilan yang sudah diperoleh melalui proses
belajar sebelumnya.
Dari dimensi guru, masalah belajar juga dapat terjadi
sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan pada akhir proses evaluasi
hasil belajar. Sebelum belajar masalah belajar sering kali berkaitan dengan
pengorganisasian belajar. Selama proses belajar, masalah belajar sering kali
berkenaan dengan bahan belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan
belajar, masalah belajar yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan
evaluasi hasil belajar.
Secara spesifik masalah yang bersumber dari faktor
internal berkaitan dengan :
1. karakteristik siswa
2. sikap terhadap belajar
3. Motivasi belajar
4. Konsentrasi belajar
5. Kemampuan mengolah
bahan belajar
6. Kemampuan menggali
hasil belajar
7. Rasa percaya diri
8. Kebiasaan belajar
Sedangkan dan faktor eksternal, masalah belajar
dipengaruhi oleh,
a.
faktor guru
b.
Lingkungan sosial, terutama termasuk
teman sebaya
c.
kurikulum sekolah
d.
Sarana dan prasarana
Untuk mengatasi masalah belajar, guru perlu mengadakan
pendekatan pribadi disamping pendekatan intruksional dalam berbagai bentuk yang
memungkinkan guru dapat lebih mengenal dan memahami siswa serta masalah
belajar.
Karena keberhasilan belajar merupakan muara dari seluruh
aktifitas yang dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran, maka setiap
guru harus berupaya secara optimal memahami bebagai faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan didalam proses belajar dan
pembelajaran demikian pula berupaya secara terus menerus mengkaji dan mencoba
berbagai bentuk pendekatan dan teknik-teknik inovatif guna mengatasi keadaan
yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar tersebut.
Dalam memahami masalah belajar guru hendaknya memiliki
pandangan bahwa munculnya masalah belajar bukan karena kelemahan guru
semata-mata, akan tetapi menjadi salah satu pertanda bahwa kegiatan belajar
merupakan aktifitas yang dinamis, sehingga masalah-masalah tersebut dapat
muncul dari berbagai dimensi, baik dilihat dari sumber, waktu maupun peristiwa.
Karena itu pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat
mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul ketika proses belajar
berlangsung yang berpotensi menghambat tercapainya tujuan belajar.
Untuk memahami masalah kesulitan belajar pada siswa,
sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode dan tehnik teknik
evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk
memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari sejumlah hasil
riset menunjukkan bahwa keberagaman factor, seperti sikap siswa, kemampuan dan
gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan
komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya
harus siswa-siswa pelajari. (Killen, 1998:5). Pengenalan terhadap siswa dalam
interaksi belajar mengajar, merupakan factor yang sangat mendasar dan penting
untuk dilakukan oleh seorang guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat
menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai
karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan akhirnya dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Upaya-upaya mengenal dan memahami siswa merupakan
kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, karena kebutuhan siswa bersifat
tidak menetap, akan tetapi mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan tahap
perkembangannya. Dalam pandangan Deporter dan Hernacki (2001:117) terdapat tiga
karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap
pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:
1.
Orang-orang yang visual, yang sering
kali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telpon, berbicara dengan
tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengarbpenjelasan
2.
Orang-orang yang auditorial, yang
ditandai dengan suka berbicara sendiri, lebih suka berbicara daripada menulis.
3.
Orang-orang yang kinestetik, yang
sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak
menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk diam.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 ditetapkan
4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi pedagogis,
kompetensi professional, kompotensi social dan kompetensi kepribadian.
Direktorat jenderal pendidikan dan tenaga kependidikan (2006) menjabarkan
kompetensi pedagogis dalam subkompetensi dan indicator esensial sebagai
berikut:
a.
Memahami peserta didik
b.
Merancang pembelajaran
c.
Melaksanakan pembelajaran
d.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran
e.
Mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari dimensi siswa
ternyata banyak masalah-masalah yang menghambat proses belajar pembelajaran.
Masalah yang berasal dari siswa tersebut disebut juga dengan masalah internal
belajar.
1. Masalah-Masalah Internal Belajar
Dalam interaksi belajar
mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar
yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan
bahan belajar.Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara
intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat
belajar dengan baik. Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan dihayati
oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar.
Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan
memberikan penilaian tenyang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan
penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu memberikan sikap menerima, menolak
atau mengabaikannya begitu saja. Selama melakukan proses pembelajaran sikap
siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang
salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan
pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakana belajar.
Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi.
Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini
akan sangat menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan
menentukan proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak pesuli terhadap
belajar maka upaya pembelajaran yang dilakaukan akan sia-sia. Maka siswa
sebaiknya mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2. Motivasi Belajar
Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan
besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena seorang siswa
meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap
ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas
semangat ini harus dipelihara secara terus menerus. Motivasi belajar merupakan
kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi
atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu
belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa
perlu diperkuat terus menerus. Motivasi yang diberikan dapat meliputi
penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa
mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran
bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu.
Selain itu bagaimana seorang gurumampu membuat siswanya merasa membutuhkan
ilmu.
Bila seseorang merasa
membutuhkan ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri.
Sehingga semangat siswa untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan
memudahkan proses belajar.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar
merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian
tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk
memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar
dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Yang perlu
diperhatikan oleh guru ketika memulai proses belajar ialahsebaiknya seorang
guru tidak langsung melakukan pembelajaran namun seorang guru harus memusatkan
perhatian siswanya sehingga siap untuk melakukan pembelajaran. Sebab ketika
awal masuk kelas perhatian siswa masih terpecah-pecah dengana berbagai masalah.
Sehingga sangat perlu untuk melkukan pemusatan perhatian dengan berbagai
strategi. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang
setelah tigapuluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru
melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar
kelas melainkan dapat berupa obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks
kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi
belajar dapat ditingkatkan.
4. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar
merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan ajaran
sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai
dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai
kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik
jika siswa berperan aktif selama proses belajar. Misalnya, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang disampaikan, sehingga siswa
benar-benar memahami materi yang telah disampikan. Siswa akan mengolah bahan
belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang diampaikan menarik, sehingga
seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan
memusatkan perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
5. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil
belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan.
Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek
maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses
pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya
hasil belajar yang disimpan dalam jagka waktu yang panjang akan mudah dilupakan
oleh siswa. Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar
yang telah diberikan oleh seorang guru.
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
6. Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar
yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam
hal baru maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau
mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa akan memanggil
atau membangkitkan kembalipesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil
belajar. Ada kalanya siswa mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan
lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau
pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran
penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan
baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak
berlatih sungguh sungguh maka siswa tidak akan memiliki ketrampilan.
7. Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi
atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini
siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan
bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil
belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian
siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut
terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan,
pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan
pengalaman.
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul
dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan,
rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam
proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan
diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat.
Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa lemah percaya
dirinya.
9. Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan
suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara
terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan
tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau
kehidupan sehari-hari. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang
disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar,
berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon
tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk
melakukan belajar dibidang keterampilan.
10. Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan
belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai
materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa
belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan
belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat, bergaya pemimpin,
bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat
ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian
kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar
bagi diri sendiri.
Misunita (2008) mengemukakan bahwa
kesukaran belajar dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-tahapan dalam
pengolahan informasi, yaitu :
1.
input; kesukaran belajar dalam hal ini
berkaitan dengan masalah penerimaan informasi melalui alat indera, misalnya
persepsi visual dan auditory. Kesukaran dalam visual ini dapat menyebabkan
masalah dalam mengenali bentuk, posisi, atau ukuran objek yang dilihat.
2.
Integration; kesukaran tahap ini
berkaitan dengan memori/ingatan.
3.
Storage; kesukaran tahap ini berkaitan
dengan memori/ingatan
4.
Output ; informasi yang diperoleh akan
diproses di otak dalam bentuk respon melalui kata-kata.
11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai
motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan
sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa
selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita
tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi
maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.
2. Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Proses belajar didorong
oleh motivasi intrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi,
atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata
lain aktifitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan
baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah
merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan
beberapa factor eksternal yang berpengaruh pada aktifias belajar. Faktor-faktor
eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang
mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya,
tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar
siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang
studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi
pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga
menghadapi masalah pengembangan diri,pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia.
Dengan penghasilan yang
diterimanya setiap bula ia dituntut berkemampuan hidup layak sebagai seorang
pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan wilayah tempat
tinggal dan tugasnya. Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia
bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Mengatasi
masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru
merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut
merupakan keberhasilan guru membelajarkan seorang siswa.
Dalam ruang lingkupnya,
guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan-keterampilan terkait dengan
tugas-tugas yang dilaksanakan. Bila disimpulkan dari pendapat, maka kita dapat
menemukan beberapa factor hyang menyebabkan semakin tingginya tuntutan terhadap
keterampilan yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru.
Faktor-faktornya sebagai berikut :
1.
karena cepatnya perkembangan dan
perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan
informasi. Implikasi bagi guru ialah dimana guru harus memiliki
keterampilan-keterampilan yang cukup untuk memilih topic dalam pembelajaran.
2.
Terjadinya perubahan pandangan didalam
masyarakat yang implikasi pada upaya-upaya
pengembangan pendekatan pada siswa.
3.
Perkembangan teknologi yang baru yang
mampu menyajikan informasi yang lebih cepat dan menarik. Dalam hal ini guru
harus memiliki gaya mengajar yang tepat dalam menyampaikan pembelajaran.
2. Prasarana Dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran
meliputi sarana olahraga, gedung sekolah, ruang belajar, tempat ibadah, ruang
kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran,
buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media
pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana
dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru
disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasarana pembelajaran sehingga
terselenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.
3. Kebijakan Penilaian
Kegiatan penilaian
merupakan proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk
kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut maka proses
belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Hasil belajar
merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku
aktif dalam pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi, dari sisi siswa hasil belajar merupak
tingkat perkembangan mental yang lebing baik bila dibandingkan pada saat pra
belajar.
Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, efektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dinilai dari ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah
dan tingkat nasional. Jika digolonhkan lulus maka dapat dikatakanproses belajar
siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara. Jika digolongkan tidak
lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.
4. Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam
lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial
tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial
tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja
berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.
5. Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang
diberlakukan di sekolahadalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah,
atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan
masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan
baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi
itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah
seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah,
kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi berubah.
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar
Kesulitan belajar ini
merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan (
manifestasi ). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar,
maka ia seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar.
Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang
mengalami kesulitan belajar.
Pada dasarnya dari setiap
jenis-jenis masalah, khususnya dalam masalah belajar murid di SD, cenderung bersumber
dari faktor-faktor yang melatarbelakanginya (penyebabnya ). Seorang guru
setelah mengetahui siapa murid yang bermasalah dalam belajar serta jenis
masalah apa yang dihadapinya. Selanjutnya guru dapat melaksanakan tahap
berikutnya, yaitu mencari sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami murid
dalam belajar. Meskipun seorang guru tidak mudah menentukan sebab-sebab terjadi
masalah yang sesungguhnya, karena masalah belajar cenderung sangat kompleks.
Pada garis besarnya
sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu :
1.
Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor
yang berada pada diri murid itu sendiri) antara lain:
a.
Gangguan secara fisik, seperti kurang
berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat
tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
b.
Ketidakseimbangan mental ( adanya
gangguan dalam fungsi mental ), sepertimenampakkan kurangnya kemampuan mental,
taraf kecerdasannya cenderung kurang.
c.
Kelemahan emosional, seperti merasa
tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri ( maladjustment ), tercekam rasa
takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
d.
Kelemahan yang disebabkan oleh
kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran
sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2.
Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang
timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal dari:
a.
Sekolah, antara lain: sifat kurikulum
yang kurang fleksible, terlalu berat beban belajar (murid) atau mengajar
(guru), metode mengajar yang kurang memadai, kurangnya alat dan sumber kegiatan
belajar
b.
Keluarga (rumah), antara lain :
Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis,
Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, dan Keadaan ekonomi yang kurang baik.
Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, dan Keadaan ekonomi yang kurang baik.
Menurut Lindgren, (1967 :
55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid,
menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau
murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri
muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui
contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan
ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri
yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru
yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid
akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar
atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan
belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal
dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta
didiknya.
Belmon dan Morolla (1971
: 107) menyimpulkan dari hasil penelitiannya, bahwa anak-anak yang berasal dari
keluarga yang banyak jumlah anak, mempunyai keterampilan intelektual lebih
rendah daripada anak-anak yang berasal dari keluarga yang jumlah anaknya
sedikit.
4.
Mengidentifikasi murid
yang diperkirakan mengalami masalah belajar
Murid yang mengalami
masalah belajar, dapat diidentifikasi melalui tes hasil belajar, tes kemampuan
dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar.
1.
Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah
alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana murid telah mencapai
tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya murid-murid dikatakan telah
mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi
yang berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Ketentuan ini merupakan
penerapan dari belajar tuntas ( mastery learning ) yang didasarkan pada asumsi
bahwa setiap murid dapat mencapai hasil belajar sesuai yang diharapkan jika
diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk mempelajari bahan yang
disajikan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan,
yaitu presentasi minimal yang harus dicapai oleh murid yang belum menguasai
bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan, dikatakan belum
menguasai tujuan pengajaran.
Murid yang seperti ini
digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah belajar dan memerlukan bantuan
khusus, sedangkan murid yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan-bahan
yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan
sebagai murid yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut untuk
mendapatkan pelajaran tambahan.
2.
Tes Kemampuan Dasar
Setiap murid mempunyai
kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemampuan ini biasanya diukur
atau diungkapkan dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku.
Diasumsikan bahwa anak
normal, memiliki tingkat kecerdasan (I Q) antara 90-109. Hasil yang dicapai
murid hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid
yang kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi pula.
Bilamana seseorang murid mencapai hasil belajar yang lebih rendah dari tingkat
kecerdasan yang dimilikinya, maka murid yang bersangkutan digolongkan sebagai
yang mengalami masalah belajar. ( menurut Gagne 1967 ).
3.
Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar
Sikap dan kebiasaan
belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Sebagian dari
hasil belajar, ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan oleh murid
dalam belajar. Kebiasaan belajar menunjuk pada bentuk dan pola perilaku yang
dilakukan terus menerus oleh murid dalam belajar.
Sebagian dari sikap
kebiasaan belajar murid, dapat diketahui melalui pengamatan yang dilakukan di
dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca buku, membuat
catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar murid.
Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang diterima oleh
alat indera. Untuk mengungkapkan sikap dan kebiasaan yang lebih luas telah
dikembangkan beberapa alat berupa “skala sikap dan kebiasaan belajar”. Alat ini
akan dapat mengungkapkan derajat cara murid mengerjakan tugas-tugas sekolah,
sikap terhadap guru, sikap dalam menerima pelajaran dan kebiasaan dalam
melaksanakan kegiatan belajar.
5. Mengenal dan mengatasi kesulitan belajar
siswa
a. identifikasi
Ialah suatu kegiatan yang
diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari
informasi dengan melakukan kegiatan sebagai berikut:
1.
data dokumen hasil belajar siswa
2.
menganalisis absensi siswa di dalam
kelas
3.
mengadakan wawancara dengan siswa
4.
menyebar angket untuk memperoleh data
tentang permasalahan belajar
5.
tes untuk memperoleh data tentang
kesulitan belajar
b. diagnosis
Ialah keputusan atau
penentuan mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami
kesulitan tentang belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.
c. prognosis
Ialah merujuk pada
aktivitas penyusunan rencana atau program yangdiharapkan dapat membantu
mengatasi masalah kesulitan belajar siswa.
d. terapi atau pemberian bantuan
Ialah pemberian bantuan
kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah
tersusun pada tahap prognosis, misalnya memberi bimbingan belajar kelompok.
6. Penanggulangan Masalah Pembelajaran
Penanggulangan masalah
pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pokok permasalahan pendidikan ialah:
1. Gaya Belajar
1. Gaya Belajar
Untuk menanggulangi
masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan kegiatan belajar baru yang
lebih menarik. Gaya belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada
saat yang bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual.
a. Somatis
Somatic bersal dari
bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut sebagai
balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan melibatkan
fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupakan organ tubuh yang
paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang
sangat keliru.
Anak-anak yang bersifat
somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan tubuh
mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak seperti ini
disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal
dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah penderitaan,
dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara memperlakukan mereka.
Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap mengganggu, tidak mampu
belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu penelitian
disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak beranjak“.
Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh sama halnya
dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya.
Mungkin dalam beberapa
kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan menggangu
jalannya pembelajaran.
b.
Auditori
Pikiran auditori lebih
kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan
informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita
berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.
Semua pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori.
Semua pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori.
c.
Visual
Ketajaman visual
merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik. Alasannya
adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses
informasi visual daripada semua indra yang lain.
Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan.
Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan.
Peserta didik yang
belajar secara visual ini, akan lebih baik jika mereka menciptakan peta
gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2.
Gaya Mengajar
Pelaksanaan pembelajaran
sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya.
Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung mengajar apa
adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan materi
pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar
berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan
materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan,
mudah dipahami dan diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi
menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa
yang dibicarakan.
Komunikasi yang efektif
tidak berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif
berarti mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan pemikiran,
penjelasan, ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering
dijumpai permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta
didik tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab
seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti.
Jika dulu pendidik
dipandang sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini pandangan
seperti itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini telah
menimbulkan kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi
yang tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang
menyebabkan peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini.
Oleh karena itu peran utama
seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai
fasilitator dan katalisator.
Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Peran guru sebagai fasilitator adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik adalah sama.
Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Peran guru sebagai fasilitator adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik adalah sama.
Sedangkan peran pendidik
sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam
menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak sebagai
pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek kepribadian,
karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik sebagai
katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta
terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat
terjadi secara optimal. Gaya mengajar seperti ini akan lebih bermanfaat dalam
proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan efisiensi pendidikan.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Terdapat 2
faktor masalah dalam pembelajaran, yaitu:
a.
Faktor
internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar
siswa, konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa,
kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.
b.
Faktor
eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan
prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Adapun solusi yang diberikan dalam
mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
a)
Melakukan
pendekatan terhadap siswa
b)
Gaya
mengajar
c)
Pencarian
data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali
kelas.
d)
Melakukan
konsultasi secara privat.
2.
Saran
Agar
proses belajar mengajar siswa dapat berlangsung secara optimal, diperlukan
pendekatan yang lebih intensif dari guru. Sehingga siswa dapat terus terpantau
bagaimana perkembangannya dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Mujiono.1994. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud
Faturrahman. 2011. http://fatuhurrahman.blogspot.com/2011/03/kumpulan-fileku.html. diakses tanggal 23 Maret 2011
Movienti. 2011. http://moeyanti.blogspot.com/2011/03/makalh-masalah-belajar-siswa.html.Diakses tanggal 23 Maret 2011
Pidarta, Prof. Dr. Made.
2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Zainal Aqib. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia.
Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Zainal Aqib. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar