ABSTRAK
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan
atau bagiannya berubah menurut waktu, oleh karena itu, bila laju tumbuh
digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada
absisi. Maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau kurva
sigmoid. Dalam proses pertumbuhan terdapat fase-fase yang mencirikan keadaan
pertumbuhan tersebut, selain itu laju pertumbuhan suatu tanaman juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Untuk melihat bagaimana laju
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman maka dilakukan praktikum yang
bertujuan mengukur laju pertumbuhan pada tanaman jagung (Zea mays). Pengamatan laju pertumbuhan dilakukan dengan mengukur tinggi
tanaman, jumlah dan luas daun, dan berat kering dan berat basah setiap minggu.
Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman jagung (zea mays), melalui fase logaritmik, linear dan pertumbuhan,
sehingga laju pertumbuhannya yang digambarkan melalui grafik membentuk seperti
huruf S atau yang sering disebut kurva sigmoid pertumbuhan.
Kata kunci: kurva sigmoid, fase pertumbuhan, faktor
pertumbuhan, dekstruktif, nondekstruktif
PENDAHULUAN
Suatu
hasil pengamatan pertumbuhan tanaman yang paling sering dijumpai khususnya pada
tanaman setahun adalah biomassa tanaman yang menunjukkan pertambahan mengikuti
bentuk S dengan waktu, yang dikenal dengan model sigmoid. Biomassa tanaman
mula-mula (pada awal pertumbuhan) meningkat perlahan, kemudian cepat dan
akhirnya perlahan sampai konstan dengan pertambahan umur tanaman. Liku demikian
dapat simetris,yaitu setengah bagian pangkal sebanding dengan setengah bagian
ujung jika titik belok terletak diantara dua asimptot. Seorang ilmuan akan
tidak menerima begitu saja kenyataan tersebut, tetapi mengajukan pertanyaan
mengenai proses atau mekanisme yang mengajukan pertanyaan mengenai proses atau
mekanisme yang membuat hubungan biomassa dengan waktu demikian, dan
faktor-faktor yang mengendalikannya.
Sebagai
jawaban dari pertanyaan tersebut beberapa pertanyaan kemudian akan muncul
seperti apakah itu karena factor X,Y dan Z. Apakah itu karena hubungan yang
demikian di antara faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor dan proses atau
hubungan diantara satu dengan faktor lain, hipotatik akan dilahirkan yaitu yang
mendapatkan dukungan paling kuat (sesuai fakta yang tersedia). Faktor dan
hubungan yang ditempatkan tersebut kemudian ditampilkan secara bersama dalam
suatu bentuk bahasa matematik yaitu model matematik.
Pertumbuhan tanaman
mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu
maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam
waktu tertentu maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva
sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat
terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa
dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan
lingkungan (Tjitrosomo, 1999).
Beberapa cara
tersedia dalam pendekatan kepada sistem seperti sistem tanaman dengan produk
biomassa yang meningkat secara sigmoid dengan waktu untuk mendapatkan
faktor-faktor dan proses hipotetik. Menerapkan fenomena yang sudah dikenal
cukup baik kepada suatu sistem yang sedang dipelajari merupakan suatu
pendekatan yang umum dilakukan.
Untuk sistem tanaman
suatu kompertemen dapat dianggap sebagai tempat substrat dan kompertemen lain
sebagai tempat produk yang dapat berupa senyawa organik atau biomassa (berat
kering) jaringan, organ atau keseluruhan tumbuhan.
(Sitompul.S.M.1995)
(Sitompul.S.M.1995)
Kurva menunjukkan
ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama biasanya mudah
dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada fase
logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi
kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran organisme.
Semakin besar organisme, semakin cepat ia tumbuh. Pada fase linier, pertambahan
ukuran berlangsung secara konstan. Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan
yang menurun, saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua
(Srigandono, 1991).
Kurva pertumbuhan
berbentuk S (sigmoid) yang ideal yang dihasilkan oleh banyak tumbuhan setahun
dan beberapa bagian tertentu dari tumbuhan setahun maupun bertahunan, Pada fase
logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t).
Ini berarti laju kurva pertumbuhan (dV/dt) lambat pada awalnya. Tetapi kemudian
meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan organisme, semakin besar
organisme semakin cepat ia tumbuh.
Laju pertumbuhan
relative (relative growth rate) menunjukkan peningkatan berat kering dalam
suatu interval waktu dalam hubungannya dengan berat asal. Dalam situasi
praktis, rata-rata pertumbuhan laju relative dihitung dari pengukuran yang di
ambil pada waktu t1 dan t2 (Susilo, 1991)
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan
atau bagiannya berubah menurut waktu, oleh karena itu, bila laju tumbuh
digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada
absisi. Maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau kurva
sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap bagian-bagiannya
ataupun sel-selnya (Sujarwati, 2004).
Kurva pertumbuhan
berbentuk S (sigmoid) yang ideal. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali: fase
logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Pada fase logaritmik, ukuran (v)
bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju
pertumbuhan (dv/dt) lambat pada awalnya, tapi kemudian
meningkat terus. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara
konstan. Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat
tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury dan Ross, 1992).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh
beberapa faktor dalam dan luar dan adalah penyesuaian diri antara genetik dan
lingkungan ( Mukherji and Ghosh, 2002 ). Faktor lingkungan juga penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tidak hanya lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan, tetapi juga banyak faktor seperti cahaya, temperatur, kelembaban,
dan faktor nutrisi mempengaruhi akhir morfologi dari tanaman. Cahaya meliputi
pada lekukan dari batang morfogenesis. Temperatur, kelembaban,dan nutrisi
mempunyai efek yang lebih halus, tetapi juga mempengaruhi perubahan morfologi (
Ting, 1987).
Laju pertumbuhan tanaman jagung
tentunya dipengaruhi faktor luar dan dalam, maka akan diamati bagaimana laju
pertumbuhan dan perkembangan tanamnan jagung dari fase logaritmik, linear dan
penuaan yang nantinya dapat terlihat pada kurva sigmoid pertumbuhannya,
sehingga dilakukan praktikum yang bertujuan untuk mengukur laju tumbuh tanaman
jagung (Zea mays).
Dari paparan
beberapa teori, apabila pertumbuhan digambarkan dalam bentuk grafik maka akan
terbentuk kurva sigmoid (bentuk S), dan umumnya laju pertumbuhan berjalan
lambat pada awalnya, kemudian konstan dan berangsur mengalami penurunan.
MATERIAL DAN METODE
Material
Bahan yang digunakan pada
percobaan ini adalah biji jagung (Zea mays), tanah bakar dan pasir dengan perbandingan 2 : 1 sebagai
media tanam, serta air untuk
menyiram tanaman. Alat yang digunakan adalah
polibag sebagai wadah penanaman, meteran dan penggaris
sebagai alat untuk mengukur tinggi tanaman, label nama untuk
menandai media yang digunakan, pisau untuk memotong tanaman, oven untuk mengeringkan tanaman, timbangan
untuk menimbang berat basah dan berat kering tanaman , buku serta alat tulis
untuk mencatat data.
Metode
Media tanah yang telah disiapkan diisi ke dalam
polibag, setiap polibag diberi label.
Sementara biji jagung yang hendak ditanam direndam terlebih dahulu agar proses
perkecambahannya lebih cepat. Biji jagung ditanam sebanyak 5 biji pada setiap
polybag yang telah berisi media tanah. Kemudian disiram secukupnya. Polibag
tersebut diletakkan pada lapangan terbuka. Pertumbuhan dicek setiap minggu
dengan cara destruktif / nondestruktif. Diukur tinggi tanaman, luas daun,
jumlah daun, berat basah,berat kering dari bagian atas (batang dan daun) dan
bagian bawah akar setelah dibersihkan terlebih dahulu. Berat kering didapatkan
dengan menimbang berat tanaman yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu
80ᵒC dimana berat tidak berubah lagi minimal 3 hari. Dicatat temperatur tanah
dan udara, kelembaban relatif dan curah hujan sebagai data pendukung setiap
hari. Dibuat tabel pengamatan untuk pertumbuhan dan faktor iklim. Setelah
pengamatan selesai, dibuat grafik rerata
dari pertumbuhan tanaman dan faktor iklim dengan waktu sebagai absisa.
Estimasi pertumbuhan dibuat dengan regresi.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan Pertumbuhan Jagung Secara Destruktif
Minggu Ke-
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Daun
|
Akar
|
Bagian Atas
|
|||
Jumlah
|
Luas
(cm)
|
Berat basah
(gr)
|
Berat kering
(gr)
|
Berat basah
(gr)
|
Berat kering
(gr)
|
||
1
|
10,8
|
3
|
4,89
|
0,35
|
0,05
|
0,505
|
0,035
|
2
|
28,1
|
5
|
15,85
|
0,395
|
0,065
|
1,94
|
0,21
|
3
|
33,25
|
5
|
22,37
|
0,265
|
0,04
|
2,69
|
0,3
|
4
|
37,95
|
5
|
25,03
|
0,275
|
0,05
|
3,41
|
0,32
|
5
|
52,95
|
7
|
45,33
|
1,02
|
0,28
|
13,055
|
4,705
|
6
|
82,5
|
7
|
73,6
|
0,935
|
0,135
|
14,6
|
7,23
|
7
|
97,7
|
7
|
214,5
|
4,23
|
0,67
|
54,82
|
25,63
|
Tabel 2 : Pengamatan Pertumbuhan Jagung Secara
nondestruktif
Minggu Ke-
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Daun
|
|
Jumlah
|
Luas
(cm)
|
||
1
|
5,8
|
3
|
4,36
|
2
|
15,6
|
4
|
16,52
|
3
|
25,22
|
5
|
42,9
|
4
|
30,5
|
6
|
65,03
|
5
|
49,32
|
7
|
81,86
|
6
|
80,1
|
9
|
101,5
|
7
|
90
|
9
|
121,5
|
8
|
92,2
|
11
|
127,7
|
Tabel 3.Data parameter destruktif
Minggu
Ke-
|
Parameter
|
||||||
Suhu tanah
|
Suhu udara
|
Dry
|
Wet
|
evaporasi
|
Kelembaban
|
Curah hujan
|
|
1
|
35.125
|
32.21
|
31.07
|
32.14
|
2.57
|
70.14
|
9.28
|
2
|
38.714
|
34.14
|
36.64
|
33.92
|
2.37
|
59.42
|
0
|
3
|
37.196
|
31
|
37.14
|
34.07
|
2.38
|
63.14
|
0
|
4
|
33.526
|
29.21
|
30.21
|
30.57
|
1.11
|
76.42
|
4.14
|
5
|
35.830
|
31.28
|
32.35
|
31.64
|
1.27
|
72.42
|
6.21
|
6
|
34.704
|
30.42
|
33.64
|
30.42
|
0.81
|
77.57
|
11.71
|
7
|
38.766
|
33.42
|
40
|
33
|
1.95
|
69.57
|
8.57
|
Tabel 4 :Data parameter nondestruktif
Minggu ke-
|
Parameter
|
||||||
Suhu tanah
|
Suhu udara
|
Dry
|
Wet
|
evaporasi
|
Kelem- baban
|
Curah- hujan
|
|
1
|
35.3
|
32
|
31.07
|
32.14
|
2.57
|
70.14
|
9.28
|
2
|
38.5
|
33.33
|
36.64
|
33.92
|
2.37
|
59.42
|
0
|
3
|
38.2
|
33.2
|
37.14
|
34.07
|
2.38
|
63.14
|
0
|
4
|
37.3
|
32.2
|
30.21
|
30.57
|
1.11
|
76.42
|
4.14
|
5
|
34.8
|
32
|
32.35
|
31.64
|
1.27
|
72.42
|
6.21
|
6
|
35.7
|
32
|
33.64
|
30.42
|
0.81
|
77.57
|
11.71
|
7
|
37.5
|
33
|
40
|
33
|
1.95
|
69.57
|
8.57
|
8
|
38
|
33.2
|
38.42
|
33.64
|
2.25
|
73.76
|
0
|
Grafik 1 . berat kering tanaman jagung bagian batang (atas)
Grafik 2. Berat basah tanaman jagung bagian batang (atas)
Grafik 3. Berat kering tanaman jagung bagian akar
Add caption |
Grafik 4. Berat basah tanaman jagung bagian akar
Grafik 5. Luas daun tanaman jagung per minggu
Grafik 6. Jumlah daun tanaman jagung per minggu
Grafik 7 . kurva sigmoid pertumbuhan tanaman jagung
Grafik 8. Kurva sigmoid pertumbuhan tanaman jagung
Gambar 1. Tanaman jagung nondestruktif
Minggu ke- 1
minggu ke- 2
Minggu ke-3 minggu ke-4
Minggu ke-5 minggu ke-6
Gambar 2. Tanaman jagung destruktif
PEMBAHASAN
Pertumbuhan
didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dan
volume yang bersifat irreversibel. Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran
bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya
protoplasma. Pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Elkawakib, 2008).
Kurva sigmoid erat sekali hubungannya dengan pertumbuhan.
Umumya daerah pertumbuhan terletak pada bagian bawah mesitem apikal dari tunas
akar. Pertumbuhan juga terjadi pada bagian-bagian lainnya misalnya pada daun
sel-sel akan membesar pada batas tertentu. Pertumbuhan bagian pucuk dan akar
disebabkan adanya pembentukan sel-sel baru oleh jaringan meristematik
(embrionik) pada titik tumbuh diikuti dengan pertumbuhan dan differensiasi
sel-selnya,bila mana tumbuhan mencapai ukuran dewasa maka terbentuk bunga.
Pengamatan yang
dilakukan ini menggunakan tanaman jagung
( Zea mays), dimana tanaman diamati
mulai dari perkembangan embrio saat masih berbentuk biji kemudian masuk dalam
proses germinasi hingga tanaman dewasa berbunga dan berbuah. Pertumbuhan
tanaman dicek secara dekstruktif yaitu pertumbuhan dicek dengan mengukur tinggi
tanaman, jumlah dan luas daun, serta berat kering dan berat basah dan
nondestruktif dilakukan pengukuran
tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, tetapi berat kering dan berat basah tidak
diukur. Pengukuran dilakukan setiap minggu.
Dari hasil
pengamatan pada tanaman yang diukur
secara dekstruktif dan nondekstruktif, terlihat bahwa tanaman mengalami
pertumbuhan yang terlihat dari pertambahan volumenya seperti pertambahan tinggi
tanaman, pada minggu pertama tinggi tanaman yang dekstruktif 10,8 cm kemudian
terus meningkat ke minggu seterusnya
hingga minggu ke 7 (tablel 1) namun dari 0 hingga minggu pertama pertambahan
tinggi tanaman belum terlihat, fase ini dinamakan fase logaritmik, tetapi
memasuki minggu kedua pertambahan tinggi tanaman telah terlihat jelas seperti
pada grafik. 7 seperti yang diungkapkan Salisbury dan ross (1992), Pada fase
logaritmik, ukuran (v) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t).
Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada
awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Sedangkan fase linear dimana pertambahan ukuran berlangsung secara
konstan, lebih terlihat jelas pada
tanaman yang nondekstruktif pada grafik 8, yaitu mulai dari minggu ke 6 hingga
minggu ke 8. Untuk fase penuaan dimana laju pertumbuhan yang menurun, kurang
terlihat pada dekstruktif maupun nondekstruktif.
Selain melakukan
pertumbuhan yang diukur dan terlihat pada grafik dan table, tanaman jagung juga
melakukan perkembangan yang dapat dilihat pada gambar .1, dimana dari minggu
pertama jagung terlihat memiliki jumlah daun yang sedikit dan tidak memiliki
bunga namun seiring pertambahan waktu jumlah daun semakin bertambah dan yang
awalnya tidak memiliki bunga pada minggu ke 6 telah menunjukkan perkembangan
yang nyata dengan adanya bunga.
Berat kering dan
berat basah suatu tanamnan juga dipengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan. Seperti halnya tinggi tanaman, berat kering dan berat basah juga akan terus meningkat dan
memperlihatkan keadaan pada fase logaritmik, linear dan penuaan. Pada hasil pengamatan
praktikum ini, berat kering dan berat basah tanaman jagung yang di ukur baik
dekstruktif maupun nondekstruktif, telah menunjukkan hal yang serupa dengan
teori dimana pertambahan berat kering dan berat basah rata-rata terus meningkat
yang pada awalnya terlihat begitu lambat, namun untuk fase penuaan tidak
terlihat pada kurva yang terlihat jelas pada grafik 1 – grafik 4.
Luas dan jumlah
daun juga mencirikan pertumbuhan suatu tanaman, berdasarkan hasil
pengamatan luas dan jumlah daun terus
meningkat, pada minggu pertama jumlah daun untuk yang dekstruktif berjumlah 3
helai kemudian terus meningkat hingga daun berjumlah 7 helai pada perlakuan
nondekstruktif juga menunjukkan kedaan yang hampir serupa (tabel.1 dan table.
2). Luas daun sangat dipengaruhi oleh
jumlah daun semakin banyak jumlah daun semakin besar hitungan luas daun seperti
yang terlihat pada table 1 dan table 2.
Secara sederhana
dalam pengamatan ini, laju pertumbuhan tanaman jagung tergambar dalam grafik
(grafik 7 dan grafik 8) membentuk huruf S, hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Tjitrosomo(1999), bahwa pertumbuhan tanaman mula-mula lambat,
kemudian berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya
laju tumbuh menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu
maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S).
Bentuk kurva
sigmoid ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, maka diperlukan pengukuran
dengan hal-hal yang berkaitan seperti suhu tanah, suhu udara, dry, wet,
evaporasi, kelembaban dan curah hujan seperti yang diungkapkan Tjitrosomo(
1999), Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi
pengaruh faktor keturunan dan lingkungan.
Untuk perlakuan
yang diberikan seperti pengamatan dengan cara dekstruktif dan nondekstruktif
juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dimana terlihat pada ukuran akhir
tinggi tanaman dekstruktif lebih tinggi yaitu 97,7 cm sedangkan yang non
dekstruktif hanya 92,2 cm hal yang serupa juga terjadi pada luas daunnya dimana
luas daun dekstruktif lebih besar daripada nondekstruktif (table 1 dan 2). Hal
seperti ini terjadi karena pengukuran dekstruktif berdampak pada jumlah tanaman
jagung yang selalu berkurang dalam pot yang ditempati karena tanaman jagung
setiap minggunya diambil untuk pengukuran berat kering dan berat basah,
sementara tidak demikian untuk perlakuan nondekstruktif sehingga terjadi
persaingan nutrient dan mempengaruhi pertukaran kation didalamnya yang
berakibat pada laju pertumbuhan tanaman tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan laju pertumbuhan tanaman jagung terus meningkat dari
mulai perkecambahan hingga menjadi tanaman dewasa. Dalam proses pertumbuhan
tersebut melalui 3 fase yaitu fase logaritmik dimana pada awalnya laju
pertumbuhan tanaman jagung berjalan lambat pada awal minggu pertama hingga awal
minggu ke 2, kemudian memasuki fase linear dimana laju pertumbuhan tanaman
jagung teus meningkat dan relative konstan yang berangsur memasuki fase penuaan
laju pertumbuhan mulai menurun, fase-fase tersebut dapat terlihat pada gambaran
laju pertumbuhan tanaman jagung dalam grafik yang membentuk huruf S atau sering
disebut kurva sigmoid pertumbuhan. Bentuk kurva sigmoid ini juga dipengaruhi
faktor eksternal atau lingkungan dan faktor internal, dalam pengamatan pengaruh
eksternal yang dapat terlihat dampaknya pada laju pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays) adalah pengamatan yang
dilakukan secara dekstruktif dan nondekstruktif dimana tanaman yang diukur
secara dekstruktif memiliki ukuran akhir tinggi tanaman dan luas daun yang
lebih besar daripada tanaman yang diukur secara nondekstrutif.
DAFTAR PUSTAKA
Elkawakib, dkk. 2008. Pertumbuhan
dan Pembungaan Krisan pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian
Paclobuctrazol. Jurnal Agrioigor 7(2)
Mukherji, S. and Glosh,
A.K., 2002. Plant Fisiology. New
Delhi : Tata Mc-Graw Hill. Pradhan, S., 2001. Plant Physiology. Har-Anand.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross., 1992. Fisiologi
Tumbuhan. Jilid Tiga Edisi Keempat.
Sitompul.S.M.1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman.UGM Press : Yogyakarta.
Srigandono, B. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah
Mada University Press,
Yogyakarta
Sujarwati,dkk . 2004. Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang
akibat Perendaman Biji dalam Lumpur. Jurnal Natur Indonesia.
6(2)
Susilo, W. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Tjitrosomo,
G. 1991. Botani umum 2. Bandung : Angkasa.
Ting, I.P., 1987. Plant Physiology. California : Addision- Wesley Publishing Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar