Na Membaur dengan Alam
Senin, 02 September 2013
Senin, 15 Juli 2013
SISTEM RANGKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbeda dengan tumbuhan, hewan dapat bergarak
secara aktif. Dan alat gerak vertebrata adalah tulang berfungsi sebagai alat
gerak pasif dan otot sebagai alat gerak aktif, karena mempunyai kemampuan
berkontraksi atau berkerut.
Tulang disebut alat gerak
pasif karena digerakkan oleh otot.
1.
Jenis
Tulang
Berdasarkan jaringan penyusun
dan sifat-sifat fisiknya, tulang dibedakan menjadi dua yaitu :
- Tulang
Rawan (Kartilago)
Tulang rawan bersifat bingkas
dan lentur serta terdiri atas sel-sel rawan yang dapat menghasilkan matrik
berupa kondrin.
Tulang rawan ada tiga tipe,
yaitu : tulang rawan hialin, elastis, dan serat.
- Tulang
(Osteon)
Tulang bersifat keras dan
berfungsi menyusun berbagai sistem rangka.
Tulang tersusun atas
bagian-bagian sebagai berikut :
1) Osteoblas
Merupakan sel tulang muda yang
akan menbentuk osteosit.
2) Osteosit
Merupakan sel-sel tulang dewasa.
3) Osteoprogenator
Merupakan sel khusus, yaitu
derivat mesenkim yang memiliki potensi mitosis yang mampu berdiferensiasi
menjadi osteoblas. Osteoprogenator terdapat di bagian luar membran (periostium)
4) Osteoklas
Merupakan sel yang berkembang
dari monosit dan terdapat disekitar permukaan tulang. Fungsi osteoklas untuk
perkembangan, pemeliharaan, perawatan, dan perbaikan tulang.
2.
Pembentukan
Tulang
Pembentukan
tulang terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Kartilago
dihasilakan dari sel-sel mesenkim. Setelah kartilago terbentuk, bagian dalam
nya akan berongga dan terisi osteoblas.
Osteoblas juga mnempati jaringan seluruhnya dan membentuk sel-sel tulang.
Sel-sel
tulang dibentuk terutama dari arah dalam ke luar, atau proses pembentukannya konsentris.
Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu pembuluh darah dan
syaraf membentuk suatu sistem yang
disebut sistem havers.
Disekeliling
sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang.
Kelak, di dalam senyawa protein ini terdapat pula kapur dan fosfor sehingga
matriks tulang akan mengeras. Proses penulangan ini disebut osifikasi.
3.
Bentuk
Tulang
Berdasarkan bentuknya,
terdapat 3 macam bentuk utama tulang yaitu:
a.
Tulang
Pipa ( Tulang Panjang )
Tulang pipa terbentuk tabung
dan pada umumnya berongga. Di ujung
tulang pipa terjadi perluasan yang berfungsi untuk berhubungan dengan tulang
lain. Contoh tulang pipa adalah tulang betis, tulang kering, tulang hasta dan
tulang pengumpil.
Tulang pipa terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Bagian tengah disebut diafisis
kedua ujung disebut epifisis, dan antara epifisis dan diafisis disebut cakra
epifisis
b.
Tulang
Pipih
Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak
dan tulang spons, di dalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih
menyusun dinding rongga, sehingga rtulang pipih ini sering berfungsi sebagai
pelindung atau untuk memperkuat. Contohnya adalah tulang rusuk, tulang belikat,
dan tulang tengkorak.
c.
Tulang
Pendek
Tulang
pendek berbentuk kubus dan terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan
ruas-ruas tulang belakang.
d. Tulang Tak Berbentuk
Tulang tak
berbentuk memiliki bentuk yang tertentu. Tulang ini terdapat di wajah dan tulang belakang.
4.
Fungsi
Tulang
a)
Memberi bentuk tubuh
b)
Melindungi
alat tubuh yang vital
c)
Menahan
dan menegakkan tubuh
d)
Tempat
perekatan otot
e)
Tempat
menyimpan mineral terutama kalsium dan fosfor
f)
Tempat
pembentukan sel darah
g)
Tempat
menyimpan energi, yaitu berupa lemak yang tersimpan di sumsum kuning tulang.
5.
Hubungan
Antar Tulang
Agar artikulasi
( hubungan antar tulang ) dapat bergerak, diperlukas struktur ksusus yang di
sebut sendi. Di dalam sistem rangka manusia terdapat tiga jenis hubungan antar
tulang, yaitu sinatrosis, anfiantrosis, dan diatrosis.
a)
Sinatrosis
Adalah
hubungan antar tulang yang tidak memiliki celah sendi. Hubungan antar tulang
ini dihubungkan dengan erat oleh jaringan ikat yang kemudian menulang sehingga
sama sekali tidak dapat digerakkan.
Ada dua tipe utama sinatrosis,
yaitu suture, dan sinkondrosis.
Suture adalah hubungan antar
tulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut padat, contohnya pada
tengkorak.
Sinkondrosis
adalah hubungan antar tulang yang hubungkan oleh kartilago hialin. Contohnya
hubungan antara epifisis dan diafisis pada tulang dewasa.
b)
Amfiatrosis
Amfiatrosis
adalah sendi yang dihubungkan oleh kartilago sehingga memungkinkan untuk
sedikit geraka. Amfiatrosis dibagi menjadi dua, yaitu: simfisis dan
sindesmosis. Pada simfisis sendi dihubungkan oleh kartilago serabut yang pipih,
contohnya pada sendi antar tulang belakang dan pada tulang kemaluan. Pada
sindesmosis sendi dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen.
Contohnya, sendi antar tulang betis dan tulang kering.
c)
Diartrosis
Diartrosis
adalah hubungan antar tulang yang kedua ujungnya tidak dihubungkan oleh
jaringan sehingga tulang dapat digerakkan, disebut juga sendi. Diartrosis
disebut juga hubungan sinovial yang dicirikan oleh keleluasaannya dalam
bergerak dan fleksibel. Sendi ada yang dapat bergerak kesatu arah dan dapat
pula yang bergerak keberbagai arah. Ciri-ciri diartrosis antara lain :
§ Permukaan sendi di balut oleh selaput atau
kapsul jaringan ikat fibrous ( menyerabut )
§ Bagian dalam kapsul dibatasi oleh membran
jaringan ikat yang disebut membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial
untuk mengurangi gesekan.
§ Kapsul fibrousnya ada yang diperkuat oleh
ligamen dan ada yang tidak.
§ Di dalam kapsul biasanya terdapat bantalan
kartilago serabut
Hubungan antar tulang yang
bersifat diartrosis contohnya adalah sebagi berikut :
1.
Sendi
Engsel
Pada sendi
engsel, kedua ujung tulang berbentuk engsel dan berporos satu. Gerakannya hanya
satu arah seperti gerak engsel pintu. Misalnya, sendi pada siku, lutut, mata
kaki, dan ruas antarjari.
2.
Sendi
Putar
Pada sendi
putar, ujung tulang yang satu dapat mengitari ujung tulang yang lain. Bentuk
seperti ini memungkinkan gerakan rotasi dengan satu poros, misalnya sendi antar
tulang hasta dan pengumpil dan sendi antar tulang atlas dengan tulang
tengkorak.
3.
Sendi
Pelana atau Sela
Pada sendi
pelana, kedua ujung tulang membentuk sendi berbentuk pelana dan berporos dua,
tetapi dapat bergerak lebih bebas, seperti gerakan orang naik kuda. Misalnya,
sendi antar tulang telapak tangan dengan pergelangan tangan dan dengan ruas
jari tangan.
4.
Sendi
Kondiloid atau Elipsoid
Sendi
kondiloid memungkinkan gerakan berporos dua dengan gerakan ke kiri dan ke
kanan, ke depan dan ke belakang. Ujung tulang yang satu berbentuk oval dan
masuk ke dalam suatu lekuk berbentuk elips. Misalnya sendi antar tulang
pengumpil dan tulang pergelangan tangan.
5.
Sendi
Peluru
Pada sendi
peluru, kedua ujung tulang berbentuk lekuk dan bongkol, bentuk ini memungkinkan
gerakan bebas ke segala arah dan dapat berporos tiga. Misalnya sendi antar
tulang bahu dan lengan atas, dan antar tulang gelang dan penggul dan paha.
6.
Sendi
Luncur
Pada sendi
ini, kedua ujung tulang agak rata, sehingga menimbulkan gerakan menggeser dan
tidak berporos. Misalnya, sendi antar tulang pergelangan tangan, antar tulang
pergelangan kaki, antar tulang selangka, dan tulang belikat.
BAB 2
PEMBAHASAN
SISTEM RANGKA
Tulang-tulang
dalam tubuh membentuk sistem rangka .Kemudian sistem rangka ini bersama-sama
menyusun kerangka tubuh. Secara garis besar,rangka manusia dibagi menjadi
dua,yaitu rangka aksial (sumbu tubuh) dan rangka apendikuler (anggota tubuh).
a. Rangka
Aksial
Rangka
aksial terdiri tulang tengkorak,tulang belakang (vertebra),hioid,tulang dada dan
tulang rusuk.
b. Rangka
Apendikuler
Rangka
apendikuler terdiri dari tulang lengan,tulang telapak tangan,tulang tungkai,tulang telapak
kaki,tulang pinggul, dan tulang bahu.
Struktur
Rangka dibedakan menjadi:
1.
Bagian Tengkorak
Tengkorak
berfungsi melindungi otak. Hubungan tulang yang terdapat pada tempurung kepala
bersifat suture, yaitu tidak dapat digerakkan.
Bagian Tengkorak,
meliputi :
a. Bagian
Tempurung Otak / Kepala (Kranium) :
Tulang tempurung kepala berfungsi untuk melindungi otak. Tulang tempurung kepala tersusun dari :
(a). 1 Tulang Dahi (os Frontale)
(b). 2 Tulang Ubun-ubun
(os Parietale)
(c). 2 Tulang Belakang Kepala
(os Occipitale)
(d). 2 Tulang Baji (os Sphenoidale)
(e). 2 Tulang Tapius (os
Ethomoidale)
(f). 2 Tulang Pelipis
(os Temporale)
Di
bagian bawah tempurung kepala terdapat rongga khusus yang disebut foramen magnum. Foramen magnum berfungsi sebagai
tampat masuk dan keluarnya pembuluh saraf serta darah yang kemudian menuju ke
sumsum tulang belakang.
b. Bagian Wajah / Tulang Muka
Tulang muka
terdapat pada bagian depan kepala. Tulang-tulang muka membentuk rongga mata
untuk melindungi mata, membentuk rongga hidung serta langit-langit, dan memberi
bentuk wajah.
Tulang
Muka, terdiri dari :
(a). 2 Tulang
Rahang Atas (os Maxillare)
(b). 2
Tulang Rahang Bawah (os Mandibulare)
(c). 2 Tulang
Pipi (os Zigomatikum)
(d). 2
Tulang Langit-langit (os Pallatum)
(e). 2
Tulang Hidung (os Nasale)
(f). 2
Tulang Air Mata (os Lacrimale)
(g). 1
Tulang Mata Bajak (os Vomer)
(h). 1
Tulang Lidah (os Hyoideous)
2.
Tulang Badan
Tulang
Badan,meliputi :
a. Tulang Belakang
Pada tulang
belakang terjadi pelengkungan-pelengkungan yang berfungsi untuk menyangga berat
tubuh. Tulang belakang memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan.
Tulang
belakang berada di bagian tangah tubuh yang berfungsi untuk menopang seluruh
tubuh, melindungi organ dalam tubuh, serta merupakan tempat pelekatan tulang
rusuk.
Tulang Belakang, terdiri dari
:
(a). 7 Ruas Tulang Leher
(os Vertebrae Cervicales)
(b) 12 Ruas Tulang Punggung
(os Vertebrae Thoracles)
(c). 5 Ruas Tulang Pinggang
(os Lumbales)
(d). 5 Ruas Tulang
Kelangkang (os Saccrum)
(e). 5 Ruas Tulang Ekor
(os Vertebrae Coccigis)
b. Tulang Dada
Tulang
dada dan rusuk bersama-sama membentuk perisai pelindung bagi organ-organ
penting yang terdapat di dada, yaitu paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga
berhubungan dengan tulang belakang.
Tulang Dada, terdiri
dari :
(a). Bagian Hulu
(Manubrium Sternil)
(b). Tulang Bagian Badan
(Corpus Sternil)
(c). Taju Pedang
(Processus Xyphoideus)
c. Tulang Rusuk
Tulang
rusuk dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu tulang rusuk sejati, tulang rusuk
palsu, dan tulang rusuk melayang.
Tulang
Rusuk, terdiri dari :
(a). 7 Pasang
Rusuk Sejati (Costae Vera)
(b). 3 Pasang
Rusuk Palsu (Costae Spuria)
(c). 2
Pasang Rusuk Melayang (Costae Fluctuantes)
3.
Rangka Apendikuler
Rangka
Apendikuler merupakan rangka pelengkap yang terdiri dari tulang-tulang anggota
gerak atas dan tulang-tulang anggota gerak bawah.
a. Tulang Anggota Gerak Atas
Tulang
anggota gerak atas terdiri atas Tulang Bahu, Tulang Lengan Atas, dan Tulang
Lengan Bawah.
Tulang Bahu, Terdiri dari :
(a). Tulang Selangka (Kalvikula)
Tulang selangka atau tulang leher
msmbentuk bagian depan bahu.
(b).
Tulang Belikat (Skapula)
Tulang belikat terdapat di atas sendi
bahu.
Tulang Lengan Atas (Humerus)
dan Tulang Lengan Bawah (Radius-Ulna).
Tulang lengan atas berhubungan
dengan tulang lengan bawah.
Tulang Lengan Atas dan Tulang
Lengan Bawah (Radius-Ulna), terdiri dari :
(a). 2 Tulang Lengan Atas (Humerus)
(b). 2 Tulang
Lengan Bawah, terdiri dari 2 Tulang Pengumpil (Radius) dan 2 Tulang Hasta (Ulna)
(c). 2 Tulang
Pergelangan Tangan (Carpale), masing-masing terdiri 8 ruas
(d). 2 Tulang
Telapak Tangan (Metacarpale), masing-masing terdiri 5 ruas
(e). 2 Tulang Jari/Phalanges,
masing-masing terdiri 14 ruas
b. Tulang Pinggang/Pinggul
(Pelvis)
Pada tulang pinggul terdapat lekukan yang disebut asetabulum. Asetabulum merupakan tempat melekatnya
tulang paha (femur).
Tulang Pinggul terdiri dari 6
ruas, yaitu :
(a). 2 Tulang Usus (os
Illium)
(b). 2 Tulang Duduk (os
Ischium)
(c).
2 Tulang Kemaluan (os Pubis), yang mengalami fusi, sehingga terlihat satu ruas
c. Tulang Anggota Gerak
Bawah
Tulang Anggota Gerak
Bawah, tediri dari :
(a). 2 Tulang Paha (os
Femur)
(b). 2 Tempurung Lutut (os
Pattela)
(c). 2 Tulang Kering (os
Tibia)
(d). 2 Tulang Betis (os
Fibula)
(e). 2 Tulang
Pergelangan Kaki (os Tarsale), masing-masing 7 ruas
(f). 2 Tulang Telapak
Kaki (os Metatarsale), yang besar tulang tumit
(g). 2 Tulang Jari/Phalanges,
masing-masing terdiri 14 ruas
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah
:
1. Tulang-tulang dalam tubuh membentuk
sistem rangka .Kemudian sistem rangka ini bersama-sama menyusun kerangka tubuh.
2. Secara garis besar,rangka manusia
dibagi menjadi dua,yaitu rangka aksial (sumbu tubuh) dan rangka apendikuler
(anggota tubuh).
3. Bagian Tengkorak, meliputi :
a. Bagian Tempurung Otak
/ Kepala (Kranium) :
(a). 1 Tulang Dahi (os Frontale)
(b). 2 Tulang Ubun-ubun
(os Parietale)
(c). 2 Tulang Belakang
Kepala (os Occipitale)
(d). 2 Tulang Baji (os Sphenoidale)
(e). 2 Tulang Tapius (os
Ethomoidale)
(f). 2 Tulang Pelipis
(os Temporale)
b. Bagian Wajah / Tulang Muka
Tulang Muka, terdiri
dari :
(a). 2
Tulang Rahang Atas (os Maxillare)
(b). 2 Tulang
Rahang Bawah (os Mandibulare)
(c). 2 Tulang
Pipi (os Zigomatikum)
(d). 2 Tulang
Langit-langit (os Pallatum)
(e). 2
Tulang Hidung (os Nasale)
(f). 2
Tulang Air Mata (os Lacrimale)
(g). 1
Tulang Mata Bajak (os Vomer)
(h). 1
Tulang Lidah (os Hyoideous)
4. Tulang Dada
Tulang Dada, terdiri
dari :
(a). Bagian Hulu (Manubrium
Sternil)
(b). Tulang Bagian Badan
(Corpus Sternil)
(c). Taju Pedang
(Processus Xyphoideus)
5. Tulang Pinggang/Pinggul (Pelvis)
Tulang Pinggul terdiri
dari 6 ruas, yaitu :
(a). 2 Tulang Usus (os
Illium)
(b). 2 Tulang Duduk (os Ischium)
(c).
2 Tulang Kemaluan (os Pubis), yang mengalami fusi, sehingga terlihat satu ruas
6. Tulang Anggota Gerak Atas
Tulang Bahu, Terdiri dari :
(a). Tulang Selangka
(Kalvikula)
(b). Tulang Belikat (Skapula)
Tulang Lengan Atas dan Tulang
Lengan Bawah (Radius-Ulna), terdiri dari:
(a). 2 Tulang Lengan Atas (Humerus)
(b). 2
Tulang Lengan Bawah, terdiri dari 2 tulang Pengumpil (Radius) dan 2 tulang
Hasta (Ulna)
(c). 2 Tulang Pergelangan Tangan
(Carpale), masing-masing terdiri 8 ruas
(d). 2 Tulang Telapak Tangan
(Metacarpale), masing-masing terdiri 5 ruas
(e). 2 Tulang
Jari/Phalanges, masing-masing terdiri 14 ruas
7. Tulang Anggota Gerak Bawah
Tulang Anggota Gerak Bawah,
tediri dari :
(a). 2 Tulang Paha (os
Femur)
(b). 2 Tempurung Lutut (os
Pattela)
(c). 2 Tulang Kering (os
Tibia)
(d). 2 Tulang Betis (os Fibula)
(e). 2 Tulang
Pergelangan Kaki (os Tarsale), masing-masing 7 ruas
(f). 2 Tulang Telapak
Kaki (os Metatarsale), yang besar tulang tumit
(g). 2 Tulang Jari/Phalanges,
masing-masing terdiri 14 ruas
3.2
Saran
Dalam mempelajari mengenai system rangka, diperlukannya
alat peraga kerangka.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina, Diah,dkk.2007.BIOLOGI
2.Jakarta:Erlangga
Pratiwi, D .A, dkk.2007.BIOLOGI.Jakarta:Erlangga
Minggu, 14 Juli 2013
KURVA SIGMOID PERTUMBUHAN
ABSTRAK
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah menurut waktu, oleh karena itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi. Maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau kurva sigmoid. Dalam proses pertumbuhan terdapat fase-fase yang mencirikan keadaan pertumbuhan tersebut, selain itu laju pertumbuhan suatu tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Untuk melihat bagaimana laju pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman maka dilakukan praktikum yang bertujuan mengukur laju pertumbuhan pada tanaman jagung (Zea mays). Pengamatan laju pertumbuhan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, dan berat kering dan berat basah setiap minggu. Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman jagung (zea mays), melalui fase logaritmik, linear dan pertumbuhan, sehingga laju pertumbuhannya yang digambarkan melalui grafik membentuk seperti huruf S atau yang sering disebut kurva sigmoid pertumbuhan.
Kata kunci: kurva sigmoid, fase pertumbuhan, faktor pertumbuhan, dekstruktif, nondekstruktif
Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman yang paling sering dijumpai khususnya pada tanaman setahun adalah biomassa tanaman yang menunjukkan pertambahan mengikuti bentuk S dengan waktu, yang dikenal dengan model sigmoid. Biomassa tanaman mula-mula (pada awal pertumbuhan) meningkat perlahan, kemudian cepat dan akhirnya perlahan sampai konstan dengan pertambahan umur tanaman. Liku demikian dapat simetris,yaitu setengah bagian pangkal sebanding dengan setengah bagian ujung jika titik belok terletak diantara dua asimptot. Seorang ilmuan akan tidak menerima begitu saja kenyataan tersebut, tetapi mengajukan pertanyaan mengenai proses atau mekanisme yang mengajukan pertanyaan mengenai proses atau mekanisme yang membuat hubungan biomassa dengan waktu demikian, dan faktor-faktor yang mengendalikannya.
Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut beberapa pertanyaan kemudian akan muncul seperti apakah itu karena factor X,Y dan Z. Apakah itu karena hubungan yang demikian di antara faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor dan proses atau hubungan diantara satu dengan faktor lain, hipotatik akan dilahirkan yaitu yang mendapatkan dukungan paling kuat (sesuai fakta yang tersedia). Faktor dan hubungan yang ditempatkan tersebut kemudian ditampilkan secara bersama dalam suatu bentuk bahasa matematik yaitu model matematik.
Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan (Tjitrosomo, 1999).
Beberapa cara tersedia dalam pendekatan kepada sistem seperti sistem tanaman dengan produk biomassa yang meningkat secara sigmoid dengan waktu untuk mendapatkan faktor-faktor dan proses hipotetik. Menerapkan fenomena yang sudah dikenal cukup baik kepada suatu sistem yang sedang dipelajari merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan.
Untuk sistem tanaman suatu kompertemen dapat dianggap sebagai tempat substrat dan kompertemen lain sebagai tempat produk yang dapat berupa senyawa organik atau biomassa (berat kering) jaringan, organ atau keseluruhan tumbuhan.
(Sitompul.S.M.1995)
(Sitompul.S.M.1995)
Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada fase logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran organisme. Semakin besar organisme, semakin cepat ia tumbuh. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Srigandono, 1991).
Kurva pertumbuhan berbentuk S (sigmoid) yang ideal yang dihasilkan oleh banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian tertentu dari tumbuhan setahun maupun bertahunan, Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti laju kurva pertumbuhan (dV/dt) lambat pada awalnya. Tetapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan organisme, semakin besar organisme semakin cepat ia tumbuh.
Laju pertumbuhan relative (relative growth rate) menunjukkan peningkatan berat kering dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan berat asal. Dalam situasi praktis, rata-rata pertumbuhan laju relative dihitung dari pengukuran yang di ambil pada waktu t1 dan t2 (Susilo, 1991)
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah menurut waktu, oleh karena itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi. Maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap bagian-bagiannya ataupun sel-selnya (Sujarwati, 2004).
Kurva pertumbuhan berbentuk S (sigmoid) yang ideal. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali: fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Pada fase logaritmik, ukuran (v) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury dan Ross, 1992).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam dan luar dan adalah penyesuaian diri antara genetik dan lingkungan ( Mukherji and Ghosh, 2002 ). Faktor lingkungan juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tidak hanya lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi juga banyak faktor seperti cahaya, temperatur, kelembaban, dan faktor nutrisi mempengaruhi akhir morfologi dari tanaman. Cahaya meliputi pada lekukan dari batang morfogenesis. Temperatur, kelembaban,dan nutrisi mempunyai efek yang lebih halus, tetapi juga mempengaruhi perubahan morfologi ( Ting, 1987).
Laju pertumbuhan tanaman jagung tentunya dipengaruhi faktor luar dan dalam, maka akan diamati bagaimana laju pertumbuhan dan perkembangan tanamnan jagung dari fase logaritmik, linear dan penuaan yang nantinya dapat terlihat pada kurva sigmoid pertumbuhannya, sehingga dilakukan praktikum yang bertujuan untuk mengukur laju tumbuh tanaman jagung (Zea mays).
Dari paparan beberapa teori, apabila pertumbuhan digambarkan dalam bentuk grafik maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S), dan umumnya laju pertumbuhan berjalan lambat pada awalnya, kemudian konstan dan berangsur mengalami penurunan.
MATERIAL DAN METODE
Material
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji jagung (Zea mays), tanah bakar dan pasir dengan perbandingan 2 : 1 sebagai media tanam, serta air untuk menyiram tanaman. Alat yang digunakan adalah polibag sebagai wadah penanaman, meteran dan penggaris sebagai alat untuk mengukur tinggi tanaman, label nama untuk menandai media yang digunakan, pisau untuk memotong tanaman, oven untuk mengeringkan tanaman, timbangan untuk menimbang berat basah dan berat kering tanaman , buku serta alat tulis untuk mencatat data.
Metode
Media tanah yang telah disiapkan diisi ke dalam polibag, setiap polibag diberi label. Sementara biji jagung yang hendak ditanam direndam terlebih dahulu agar proses perkecambahannya lebih cepat. Biji jagung ditanam sebanyak 5 biji pada setiap polybag yang telah berisi media tanah. Kemudian disiram secukupnya. Polibag tersebut diletakkan pada lapangan terbuka. Pertumbuhan dicek setiap minggu dengan cara destruktif / nondestruktif. Diukur tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, berat basah,berat kering dari bagian atas (batang dan daun) dan bagian bawah akar setelah dibersihkan terlebih dahulu. Berat kering didapatkan dengan menimbang berat tanaman yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 80áµ’C dimana berat tidak berubah lagi minimal 3 hari. Dicatat temperatur tanah dan udara, kelembaban relatif dan curah hujan sebagai data pendukung setiap hari. Dibuat tabel pengamatan untuk pertumbuhan dan faktor iklim. Setelah pengamatan selesai, dibuat grafik rerata dari pertumbuhan tanaman dan faktor iklim dengan waktu sebagai absisa. Estimasi pertumbuhan dibuat dengan regresi.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan Pertumbuhan Jagung Secara Destruktif
Minggu Ke-
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Daun
|
Akar
|
Bagian Atas
| |||
Jumlah
|
Luas
(cm)
|
Berat basah
(gr)
|
Berat kering
(gr)
|
Berat basah
(gr)
|
Berat kering
(gr)
| ||
1
|
10,8
|
3
|
4,89
|
0,35
|
0,05
|
0,505
|
0,035
|
2
|
28,1
|
5
|
15,85
|
0,395
|
0,065
|
1,94
|
0,21
|
3
|
33,25
|
5
|
22,37
|
0,265
|
0,04
|
2,69
|
0,3
|
4
|
37,95
|
5
|
25,03
|
0,275
|
0,05
|
3,41
|
0,32
|
5
|
52,95
|
7
|
45,33
|
1,02
|
0,28
|
13,055
|
4,705
|
6
|
82,5
|
7
|
73,6
|
0,935
|
0,135
|
14,6
|
7,23
|
7
|
97,7
|
7
|
214,5
|
4,23
|
0,67
|
54,82
|
25,63
|
Tabel 2 : Pengamatan Pertumbuhan Jagung Secara nondestruktif
Minggu Ke-
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Daun
| |
Jumlah
|
Luas
(cm)
| ||
1
|
5,8
|
3
|
4,36
|
2
|
15,6
|
4
|
16,52
|
3
|
25,22
|
5
|
42,9
|
4
|
30,5
|
6
|
65,03
|
5
|
49,32
|
7
|
81,86
|
6
|
80,1
|
9
|
101,5
|
7
|
90
|
9
|
121,5
|
8
|
92,2
|
11
|
127,7
|
Tabel 3.Data parameter destruktif
Minggu
Ke-
|
Parameter
| ||||||
Suhu tanah
|
Suhu udara
|
Dry
|
Wet
|
evaporasi
|
Kelembaban
|
Curah hujan
| |
1
|
35.125
|
32.21
|
31.07
|
32.14
|
2.57
|
70.14
|
9.28
|
2
|
38.714
|
34.14
|
36.64
|
33.92
|
2.37
|
59.42
|
0
|
3
|
37.196
|
31
|
37.14
|
34.07
|
2.38
|
63.14
|
0
|
4
|
33.526
|
29.21
|
30.21
|
30.57
|
1.11
|
76.42
|
4.14
|
5
|
35.830
|
31.28
|
32.35
|
31.64
|
1.27
|
72.42
|
6.21
|
6
|
34.704
|
30.42
|
33.64
|
30.42
|
0.81
|
77.57
|
11.71
|
7
|
38.766
|
33.42
|
40
|
33
|
1.95
|
69.57
|
8.57
|
Tabel 4 :Data parameter nondestruktif
Minggu ke-
|
Parameter
| ||||||
Suhu tanah
|
Suhu udara
|
Dry
|
Wet
|
evaporasi
|
Kelem- baban
|
Curah- hujan
| |
1
|
35.3
|
32
|
31.07
|
32.14
|
2.57
|
70.14
|
9.28
|
2
|
38.5
|
33.33
|
36.64
|
33.92
|
2.37
|
59.42
|
0
|
3
|
38.2
|
33.2
|
37.14
|
34.07
|
2.38
|
63.14
|
0
|
4
|
37.3
|
32.2
|
30.21
|
30.57
|
1.11
|
76.42
|
4.14
|
5
|
34.8
|
32
|
32.35
|
31.64
|
1.27
|
72.42
|
6.21
|
6
|
35.7
|
32
|
33.64
|
30.42
|
0.81
|
77.57
|
11.71
|
7
|
37.5
|
33
|
40
|
33
|
1.95
|
69.57
|
8.57
|
8
|
38
|
33.2
|
38.42
|
33.64
|
2.25
|
73.76
|
0
|
Grafik 1 . berat kering tanaman jagung bagian batang (atas)
Grafik 2. Berat basah tanaman jagung bagian batang (atas)
Grafik 3. Berat kering tanaman jagung bagian akar
Add caption |
Grafik 4. Berat basah tanaman jagung bagian akar
Grafik 5. Luas daun tanaman jagung per minggu
Grafik 6. Jumlah daun tanaman jagung per minggu
Grafik 7 . kurva sigmoid pertumbuhan tanaman jagung
Grafik 8. Kurva sigmoid pertumbuhan tanaman jagung
Gambar 1. Tanaman jagung nondestruktif
Minggu ke- 1 minggu ke- 2
Minggu ke-3 minggu ke-4
Minggu ke-5 minggu ke-6
Gambar 2. Tanaman jagung destruktif
PEMBAHASAN
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dan volume yang bersifat irreversibel. Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma. Pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Elkawakib, 2008).
Kurva sigmoid erat sekali hubungannya dengan pertumbuhan. Umumya daerah pertumbuhan terletak pada bagian bawah mesitem apikal dari tunas akar. Pertumbuhan juga terjadi pada bagian-bagian lainnya misalnya pada daun sel-sel akan membesar pada batas tertentu. Pertumbuhan bagian pucuk dan akar disebabkan adanya pembentukan sel-sel baru oleh jaringan meristematik (embrionik) pada titik tumbuh diikuti dengan pertumbuhan dan differensiasi sel-selnya,bila mana tumbuhan mencapai ukuran dewasa maka terbentuk bunga.
Pengamatan yang dilakukan ini menggunakan tanaman jagung ( Zea mays), dimana tanaman diamati mulai dari perkembangan embrio saat masih berbentuk biji kemudian masuk dalam proses germinasi hingga tanaman dewasa berbunga dan berbuah. Pertumbuhan tanaman dicek secara dekstruktif yaitu pertumbuhan dicek dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, serta berat kering dan berat basah dan nondestruktif dilakukan pengukuran tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, tetapi berat kering dan berat basah tidak diukur. Pengukuran dilakukan setiap minggu.
Dari hasil pengamatan pada tanaman yang diukur secara dekstruktif dan nondekstruktif, terlihat bahwa tanaman mengalami pertumbuhan yang terlihat dari pertambahan volumenya seperti pertambahan tinggi tanaman, pada minggu pertama tinggi tanaman yang dekstruktif 10,8 cm kemudian terus meningkat ke minggu seterusnya hingga minggu ke 7 (tablel 1) namun dari 0 hingga minggu pertama pertambahan tinggi tanaman belum terlihat, fase ini dinamakan fase logaritmik, tetapi memasuki minggu kedua pertambahan tinggi tanaman telah terlihat jelas seperti pada grafik. 7 seperti yang diungkapkan Salisbury dan ross (1992), Pada fase logaritmik, ukuran (v) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Sedangkan fase linear dimana pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, lebih terlihat jelas pada tanaman yang nondekstruktif pada grafik 8, yaitu mulai dari minggu ke 6 hingga minggu ke 8. Untuk fase penuaan dimana laju pertumbuhan yang menurun, kurang terlihat pada dekstruktif maupun nondekstruktif.
Selain melakukan pertumbuhan yang diukur dan terlihat pada grafik dan table, tanaman jagung juga melakukan perkembangan yang dapat dilihat pada gambar .1, dimana dari minggu pertama jagung terlihat memiliki jumlah daun yang sedikit dan tidak memiliki bunga namun seiring pertambahan waktu jumlah daun semakin bertambah dan yang awalnya tidak memiliki bunga pada minggu ke 6 telah menunjukkan perkembangan yang nyata dengan adanya bunga.
Berat kering dan berat basah suatu tanamnan juga dipengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan. Seperti halnya tinggi tanaman, berat kering dan berat basah juga akan terus meningkat dan memperlihatkan keadaan pada fase logaritmik, linear dan penuaan. Pada hasil pengamatan praktikum ini, berat kering dan berat basah tanaman jagung yang di ukur baik dekstruktif maupun nondekstruktif, telah menunjukkan hal yang serupa dengan teori dimana pertambahan berat kering dan berat basah rata-rata terus meningkat yang pada awalnya terlihat begitu lambat, namun untuk fase penuaan tidak terlihat pada kurva yang terlihat jelas pada grafik 1 – grafik 4.
Luas dan jumlah daun juga mencirikan pertumbuhan suatu tanaman, berdasarkan hasil pengamatan luas dan jumlah daun terus meningkat, pada minggu pertama jumlah daun untuk yang dekstruktif berjumlah 3 helai kemudian terus meningkat hingga daun berjumlah 7 helai pada perlakuan nondekstruktif juga menunjukkan kedaan yang hampir serupa (tabel.1 dan table. 2). Luas daun sangat dipengaruhi oleh jumlah daun semakin banyak jumlah daun semakin besar hitungan luas daun seperti yang terlihat pada table 1 dan table 2.
Secara sederhana dalam pengamatan ini, laju pertumbuhan tanaman jagung tergambar dalam grafik (grafik 7 dan grafik 8) membentuk huruf S, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Tjitrosomo(1999), bahwa pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S).
Bentuk kurva sigmoid ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, maka diperlukan pengukuran dengan hal-hal yang berkaitan seperti suhu tanah, suhu udara, dry, wet, evaporasi, kelembaban dan curah hujan seperti yang diungkapkan Tjitrosomo( 1999), Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan.
Untuk perlakuan yang diberikan seperti pengamatan dengan cara dekstruktif dan nondekstruktif juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dimana terlihat pada ukuran akhir tinggi tanaman dekstruktif lebih tinggi yaitu 97,7 cm sedangkan yang non dekstruktif hanya 92,2 cm hal yang serupa juga terjadi pada luas daunnya dimana luas daun dekstruktif lebih besar daripada nondekstruktif (table 1 dan 2). Hal seperti ini terjadi karena pengukuran dekstruktif berdampak pada jumlah tanaman jagung yang selalu berkurang dalam pot yang ditempati karena tanaman jagung setiap minggunya diambil untuk pengukuran berat kering dan berat basah, sementara tidak demikian untuk perlakuan nondekstruktif sehingga terjadi persaingan nutrient dan mempengaruhi pertukaran kation didalamnya yang berakibat pada laju pertumbuhan tanaman tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan laju pertumbuhan tanaman jagung terus meningkat dari mulai perkecambahan hingga menjadi tanaman dewasa. Dalam proses pertumbuhan tersebut melalui 3 fase yaitu fase logaritmik dimana pada awalnya laju pertumbuhan tanaman jagung berjalan lambat pada awal minggu pertama hingga awal minggu ke 2, kemudian memasuki fase linear dimana laju pertumbuhan tanaman jagung teus meningkat dan relative konstan yang berangsur memasuki fase penuaan laju pertumbuhan mulai menurun, fase-fase tersebut dapat terlihat pada gambaran laju pertumbuhan tanaman jagung dalam grafik yang membentuk huruf S atau sering disebut kurva sigmoid pertumbuhan. Bentuk kurva sigmoid ini juga dipengaruhi faktor eksternal atau lingkungan dan faktor internal, dalam pengamatan pengaruh eksternal yang dapat terlihat dampaknya pada laju pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays) adalah pengamatan yang dilakukan secara dekstruktif dan nondekstruktif dimana tanaman yang diukur secara dekstruktif memiliki ukuran akhir tinggi tanaman dan luas daun yang lebih besar daripada tanaman yang diukur secara nondekstrutif.
DAFTAR PUSTAKA
Elkawakib, dkk. 2008. Pertumbuhan dan Pembungaan Krisan pada Berbagai Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Paclobuctrazol. Jurnal Agrioigor 7(2)
Mukherji, S. and Glosh, A.K., 2002. Plant Fisiology. New Delhi : Tata Mc-Graw Hill. Pradhan, S., 2001. Plant Physiology. Har-Anand.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross., 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid Tiga Edisi Keempat.
Sitompul.S.M.1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman.UGM Press : Yogyakarta.
Srigandono, B. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Sujarwati,dkk . 2004. Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang akibat Perendaman Biji dalam Lumpur. Jurnal Natur Indonesia. 6(2)
Susilo, W. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjitrosomo, G. 1991. Botani umum 2. Bandung : Angkasa.
Ting, I.P., 1987. Plant Physiology. California : Addision- Wesley Publishing Company.
Langganan:
Postingan (Atom)